*Lunturnya Fitrah Anak*
Oleh Muthmainnah Kurdi, S. Ag
Hampir setiap hari, kita disuguhi fakta menyayat hati. Tepat di ahir bulan November lalu, publik dikejutkan dengan kejadian yang mencengangkan juga memilukan. Remaja berinisial MAS, masih berusia 14 tahun. tega membunuh ayah kandung dan nenek serta menikam ibunya dengan senjata tajam di rumah mereka di Jalan Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, Sabtu (berisatu.com. 30/11/2024)
Belakangan diketahui, muasal yang memicu kenekatan si bocah. Menurut Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel AKBP Gogo Galesung, dari pemeriksaan sementara pelaku mengaku mendapat “bisikan” yang “meresahkan” (bbc.com. 04/12). Peristiwa miris ini, tentu memunculkan pertanyaan besar. Mengapa si anak sanggup melakukan perbuatan itu ? Ditinjau dari perspektif manapun, perbutan MAS, tidak bisa dibenarkan
Fitrah anak adalah sosok yang manja dengan kedua orang tuanya, penuh hormat dan penyayang. Perbuatan MAS otomatis melunturkan fitrah tersebut. Apalagi, ditinjau dari kaca mata agama, nyawa sangatlah berharga. Bahkan, saking berharganya jika ada seseorang membunuh tanpa sebab yang dibenarkan agama, maka si pembunuh seolah-olah telah membunuh seluruh manusia. Sebagaimana termaktub dalam firman Allah Swt. dalam surat al Maidah ayat 32 berikuakt ini:
“Siapa saja yang membunuh seorang manusia , bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia.”
Namun, fakta yang terjadi hari ini sungguh memilukan. Membunuh dijadikan solusi, yang seharusnya masalah bisa diselesaikan dengan duduk bersama secara kekeluargaan, musyawarah, edukakatif, dan bijak. Yang lebih membuat miris adalah, pelaku pembunuhan bukan dari kalangan dewasa, tapi dilakukan oleh anak yang terhitung masih belia. Lebih menyedihkan lagi, si pembunuh bahkan orang yang punya ikatan kekerabatan dekat.
Akar Masalah
Setiap pelaku dosa besar dan perilaku maksiat (fahisah) agama mengharamkan. Namun, saat ini kehidupan sedang dibelenggu sistem sekuler. Sebuah sistem kehidupan yang menafikan aturan agama dalam kehidupan. Wajar, perilaku fasihah tersebut tumbuh subur. Seperti membunuh, L98T, korupsi, begal, dan kejahatan semisalnya.
Dari sini, bisa dipahami bahwa sistem kehidupan saat ini membentuk manusia pada pola hidup semaunya. Asal suka, maka akan dilakukan. Tanpa berpikir lagi, apakah perbuatan tersebut melabrak aturan agama atau tidak, mendatangkan dosa atau tidak, merugikan atau tidak.
Rahim sistem ini, telah banyak melahirkan individu-individu yang memiliki kecenderungan (muyul) yang buruk seperti nekat, hedonis, keras hati, cenderung melawan dan hilang kontrol agama. Misal, seorang anak yang masih belia tega membunuh ayahnya sendiri adalah fakta. Kok, bisa. Peristiwa tersebut terjadi ?
Mengutip pendapat pakar parenting Nopriadi Hermani, Ph. D. Bahwa, munculnya tabiat jahat pada anak selalu disebabkan oleh banyak faktor. Anak tersebut memiliki muyul yang buruk dalam memenuhi keinginannya. Mediaumat.id, (25/08/2022).
Masih menurutnya, faktor penyebabnya bisa ditelusuri dari beberapa hal misal, pengalaman dan pelajaran apa yang men-tuning (menyetel) karakternya, bagaimana pendidikan di rumahnya, apakah diajarkan kekerasan, bagaimana pula di sekolah, teman-temannya, atau dari film atau game kekerasan yang sering dilihatnya, semua bisa menjadi pemicunya. Namun apapun motifnya, membunuh tetaplah perbuatan tercela, merugikan diri juga orang lain.
Akibat Membunuh
Membunuh merupakan perbuatan maksiat dan dosa besar. Menjerumuskan pelakunya ke neraka. Sudahlah di dunia ia dihukum, kelak di akhirat mendapatkan pula balasan setimpal. Maka, para pelaku janganlah merasa aman. Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Jatsiyah ayat 21 yang artinya:
“Apakah orang-orang yang berbuat kejahatan/maksiat itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.”
Perbuatan maksiat kecil apalagi besar, akan berakibat buruk dan merugikan utamanya bagi pelakunya. Mengutip tujuh (7) pendapat sekaligus nasehat dari Ibnul Qayyim, dikutip dari media islampos.com. Dampak buruk tersebut adalah:
Pertama, terhalang dari ilmu. Sebab ilmu adalah cahaya, dan maksiat akan menggelapkannya.
Kedua, terhalang dari rezeki
Ketiga, urusannya menjadi sulit
Keempat, hatinya gelap
Kelima, terhalang dari ketaatan
Keenam, kemaksiatan akan memunculkan kemaksiatan lain
Ketujuh, hilang dari hatinya perasaan jelek pada kemaksiatan, sehingga menjadi biasa pada dirinya
Islam Jalan Kemuliaan
Islam adalah satu-satunya agama yang komprehensif ajarannya. Menjadi solusi atas berbagai pelik masalah kehidupan manusia. Dari masalah ibadah, akhlak, kewajiban berbakti pada orang tua, sosial, ekonomi, pendidikan, pergaulan, keamanan, kesehatan, tata kelola sumber daya alam (SDA), kepengurusan negara terhadap rakyatnya, dan beragam problem kehidupan. Pun, dalam hal perlindungan terhadap jiwa (nyawa).
Terkait etika (akhlak) anak terhadap orang tua, Islam tegas melarang anak berkata kasar, berbuat kasar, palagi sampai membunuh orang tua, tegas Islam mengharamkan. Begitu agungnya Islam memulikan kedudukan orang tua, sehingga Allah Swt. melarang seorang anak menjawab teguran orangtunya atau menyelisihi pendapat keduanya walupun hanya dengan berkata “Ah”. Hal ini termaktub dalam Al Isra’ ayat 23:
“Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan ‘uf’ [ah] kepada kedua orang tua.” (QS al-Isrâ’, 17: 23).
Dipertegas pula pada ayat ke 24:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Dalam hadis dinyatakan, kedudukan rida Allah bergantung pada rida orang tua:
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 2)
Masya Allah. Begitu mulia posisi orang tua juga, sekaligus menunjukkan mutlak kewajiban seorang anak untuk menghormati, menyayangi, dan berlemah lembut penuh kesayangan terhadap keduanya. Kondisi ini hanya mungkin terwujud dalam sistem kehidupan Islam. Suasana keimanan yang tinggi di rumah, sekolah dan masyarakat akan menutup celah perbuatan tercela.
Juga, dalam sistem kepemimpinan Islam, terjaganya nyawa setiap individu, baik muslim maupun non muslim menjadi hal yang diutamakan. Menumpahkan darah hanya boleh terjadi dalam peperangan (jihad), dan had qisas. Dua keadaan ini menunjukkan bahwa, Islam sangat memuliaukan dan menjaga jiwa. Dan niscaya, fitrah anak tidak akan luntur. Kita merindukan sistem kehidupan ini.
Wallahu a’lam. .