PPN naik 12%, Bansos dan Diskon Tarif Listrik Jadi Solusi?
5 mins read

PPN naik 12%, Bansos dan Diskon Tarif Listrik Jadi Solusi?

Oleh: Triwidya Ningsih, M.Pd.

Wacana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% akan diberlakukan. Kebijakan ini, diakui Pemerintah akan ada batasan terkait barang-barang yang terkena kenaikan PPN. Namun, hingga hari ini belum ada rilis resmi terkait barang-barang apa saja. Meski demikian, kebijakan tersebut tetap saja akan berdampak pada seluruh rakyat.

Pemerintah pun berencana memberikan kebijakan pemberian bansos dan subsidi PLN. Sebagaimana diungkapkan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan bahwa, kebijakan kenaikan PPN menjadi 12% tetap memperhatikan perlindungan bagi pekerja atau buruh, khususnya mereka yang bekerja di sektor padat karya dan yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menurutnya, Pemerintah telah menyiapkan berbagai program. Kenaikan bersifat selektif, mereka yang mampu akan membayar pajak lebih banyak, sementara masyarakat yang tidak mampu akan mendapatkan perlindungan penuh dari megara (Merdeka.com, 21/12).

Selain itu, Pemerintah telah mematangkan data skema penerima Bantuan Sosial (Bansos), terutama bagi kelas menengah yang terdampak kenaikan PPN menjadi 12% pada tahun 2025. Diungkapkan Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyampaikan, tujuan adanya data tersebut agar penyaluran bansos bisa tepat sasaran kepada masyarakat yang membutuhkan. Saat ini sedang mematangkan data, terkait siapa saja yang mendapatkan dana tersebut (katadata.co.id, 2/12).

Tak hanya itu, pemerintah juga memutuskan untuk memberikan diskon listrik sebesar 50% selama 2 bulan untuk kelompok menengah ke bawah dengan daya 450 volt ampere (VA) hingga 2.200 VA. Diskon ini diberikan untuk merendam dampak dari kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto mengatakan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga dan daya listrik terapasang di bawah atau sampai dengan 2200 Volt ampere akan diberikan biaya diskon sebanyak 50 persen untuk 2 bulan (www.viva.co.id Senin, 16/12).

Bansos dan subsidi listrik untuk rakyat sebagai kompensasi kenaikan PPN sejatinya tidak akan meringankan beban rakyat. Kebijakan tambal sulam dalam sistem kapitalisme tidak menyelesaikan masalah. Kenaikan PPN adalah salah satu konsekuensi dalam sistem kapitalisme yang menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan megara untuk membayar utang dan membiayai proyek infrastruktur. Mirisnya hasil pembangunan tak dinikmati oleh rakyat.

Masyarakat kelas bawah tentu terpukul jika kenaikan tarif PPN diberlakukan. Walaupun, sebagian dari mereka ada yang mendapat bansos, baik berupa sembako maupun uang tunai sehingga bisa menjadi bantalan socsal agar tidak terlalu terpukul secara ekonomi. Pemerintah hanya memberlakukan diskon 50% hanya untuk 2 bulan saja. Selanjutnya membayar dengan tarif yang sudah ditentukan tanpa potongan apapun. Apakah kebijakan tersebut menguntungkan rakyat atau justru sebaliknya, menguntungkan para penguasa?

Kalau kita lihat lebih dalam, banyak bansos yang tidak adil, pembagian tidak merata. Bansos yang harusnya diperuntukan untuk masyarakat miskin justru tidak mereka dapatkan sama sekali. Masyarakat yang hidupnya berkecukupan malah mendapatkan bantuan. Dengan kenaikan PPN ini, rakyat jauh dari kata sejahtera. Kesejahteraan hanya angan yang menyakitkan.

Inilah contoh kebijakan penguasa yang populis otoriter. Pemerintah merasa cukup sudah memberikan bansos, subsidi listrik, dan menetapkan barang-barang tertentu yang terkena PPN. Padahal, kebijakan tersebut tetap membawa kesengsaraan pada rakyat. Protes rakyat di bentuk petisi penolakan kenaikan PPN diabaikan.

Kezaliman terkait pajak memang sangat luar biasa. Tidak tangung-tanggung, tarif PPN Indonesia akan menjadi yang tertinggi se-ASEAN sama seperti dengan Filipina yakni sebesar 12%. Negara seperti Kamboja, Laos sebesar 10% dan Malaysia 6%. Jika jadi naik, tarif PPN Indonesia akan menjadi yang tertinggi se Asia Tenggara.

Berbeda dalam Islam. Keberadaan pemimpin sebagai ra’in (pelayan rakyat) dan junnah (pelindung). Islam menetapkan bagaimana profil penguasa dengan rakyatnya. Penguasa dalam Islam wajib mengurus rakyat dan mewujudkan kesejahteraan bagi setiap individu.Islam mewajibkan penguasa membuat kebijakan yang tidak menyulitkan hidup rakyatnya.

Dalam Islam, pajak bukan sumber pendapatan negara, dan diberlakukan hanya pada kondisi kas negara kosong serta ada pembangunan yang wajib dilaksanakan. Itupun hanya diberlakukan untuk rakyat yang kaya, yang telah tercukupi kebutuhan primer, sekunder dan tersiernya dan ‘tak menanggung utang.

Islam mewajibkan penguasa berbuat baik dan memenuhi kebutuhan pokok rakyat, karena penguasa adalah ra’in. Profil penguasa dalam Islam baik sebagai ra’in juga junnah, menjadi kunci lahirnya kebijakan yang berpihak pada rakyat. Dan Islam memiliki sumber pendapatan yang beragam yang akan mampu membiayai pembangunan dan menciptakan kesejahteraan rakyat secara perorangan.

Di antara sumber pendapatan itu berasal dari pengelolaan sumber daya alam (SDA), harta fa’i (harta benda dan tanah yang diperoleh dari orang kafir tanpa peperangan, diberikan dengan sukarela). Jizyah (pajak per kepala yang dikenakan kepada non-Muslim yang tinggal di wilayah Islam. Kharaj (pajak yang dikenakan pada tanah yang dimiliki oleh non-Muslim).

Sayangnya saat ini, sumber pendapatan dari SDA yang berlimpah itu tidak dikelola untuk kesejahteraan rakyat tapi, hanya untuk menyejahterakan kaum oligarki. Jadilah pajak yang dipungut dari rakyat menjadi sumber andalan pendapatan negara.

Di dalam sistem Islam, pajak hanyalah pemasukan yang bersifat incidental. Pajak hanya ditarik dari orang-orang kaya ketika kas negara kosong. Oleh karenanya, pajak bukanlah sumber utama pendapatan negara.

Dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), seorang pemimpin (Khalifah) tidak akan memungut pajak dari rakyatnya, secara terus-menerus seperti sekarang (dalam sistem kapitalisme).

Dengan mekanisme pengelolaan SDA yang profesional, fa’i , jizyah, kharaj dan lainnya. Khilafah akan terus berupaya dan mengutamakan terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya, muslim maupun non muslim. Tidak dengan

Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *