Penulis : Hani Handayani
PANGKALAN BALAI, MERAHPUTIHNEWS.CO.ID – Kasus penelantaran istri oleh suami hingga berujung pada kematian di Palembang adalah tragedi yang mencerminkan sisi kelam dalam kehidupan rumah tangga. Peristiwa ini bukan sekadar isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tetapi juga bentuk pengabaian terhadap tanggung jawab moral, sosial, dan hukum.
Dalam sebuah rumah tangga, suami memiliki peran sebagai pemimpin yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan istri dan anak-anaknya. Kepemimpinan ini bukan sekadar status, tetapi amanah besar yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Namun, kasus penelantaran istri hingga meninggal di Palembang menjadi bukti nyata bahwa masih ada suami yang gagal memahami esensi kepemimpinan dalam rumah tangga.
Abainya Suami
Kehidupan suami istri adalah kehidupan yang dipenuhi ketenangan, ketenteraman, kasih sayang, dan persahabatan. Kepemimpinan suami terhadap istri adalah kepemimpinan yang bertanggung jawab, bukan kepemimpinan layaknya seorang majikan dan bawahannya.
Kasus penelantar suami terhadap istri sering ditemui dalam berbagai bentuk. Seperti abainya suami dalam masalah ekonomi keluarga, banyak para istri yang terpaksa banting tulang karena para suami tidak memberikan nafkah kepada istrinya. Juga dalam pengasuhan anak suami kurang ikut andil dalam rumah tangga, membuat beban istri semakin berat. Begitu pun banyak para suami yang tidak memedulikan kesehatan fisik dan mental keluarganya.
Pengabaian inilah yang acap memantik retaknya hubungan suami-istri. Banyak kasus yang terjadi namun kadang luput dari pandang. Terlebih korban (istri/ anak) tidak memiliki keberanian untuk melaporkan dan memilih diam.
Pernikahan bukan sekadar ikatan formal, tetapi tanggung jawab moral dan sosial. Jika seorang suami tidak siap untuk memimpin dengan adil dan penuh tanggung jawab, maka rumah tangga yang seharusnya menjadi tempat berlindung justru bisa menjadi sumber penderitaan.
Qiwamah Suami
Qiwamah adalah konsep dalam Islam yang merujuk pada kepemimpinan dan tanggung jawab laki-laki, khususnya suami, dalam rumah tangga. Istilah ini berasal dari kata qawwam, yang berarti pemimpin, pelindung, atau penanggung jawab.
Konsep qiwamah disebutkan dalam Al-Qur’an, khususnya dalam Surah An-Nisa ayat 34:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…” (QS. An-Nisa: 34).
Laki-laki Allah tetapkan sebagai pemimpin wanita adalah amanah yang tidak ringan. Namun, kepemimpinan ini bukan berarti kekuasaan mutlak, melainkan amanah untuk membimbing, melindungi, dan menafkahi keluarga dengan keadilan dan kasih sayang.
Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya.“ (HR Bukhari).
Dengan tanggung jawabnya yang berat tersebut, wajar jika Allah Swt. Akan memberikan banyak keutamaan dan kebaikan kepada para suami dan ayah. Banyak hadis Rasulullah saw. Yang menjelaskan bahwa jika pernikahan dijalani sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya, kita akan mendapatkan surga-Nya.
Rasulullah saw. Bersabda, “Yang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling baik perlakuannya kepada keluarganya. Aku adalah yang terbaik di antara kalian dalam memperlakukan keluargaku.” (HR At-Tirmidzi).
Tidak sekadar itu, Rasulullah saw. dalam hadis lainnya menyebutkan, “Mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya. Orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang paling baik melayani istrinya.” (HR At-Tirmidzi).
Qiwamah adalah hal yang berat, bukan hak istimewa, jika suami gagal menjalankan tugasnya maka kelak akan Allah meminta pertanggung jawaban. Laki-laki sejati akan memahami tugas sebagai pemimpin, maka pahala, rahmat dan ridho Allah akan berlimpah kepada laki-laki yang bertanggung jawab atas kepemimpinannya sesuai syarak.