Beberapa waktu yang lalu, viral sebuah rekaman video yang menunjukkan mahasiswa baru Universitas Sriwijaya (Unsri) yang diminta mencium kening teman, saat masa Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB). Insiden itu terjadi di kampus Universitas Sriwijaya (Unsri), Sumatra Selatan pada Sabtu (20/9/2025) lalu.
PKKMB yang dulu dikenal sebagai Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) merupakan kegiatan resmi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi untuk menyambut dan membekali mahasiswa baru. Hanya saja, agenda PKKMB yang dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa Pertanian (Himateta) Unsri ini agak “nyeleneh”. Penggagas aksi tersebut mengaku mendapat ide dari alumni. Terdengar pula dalam video tersebut, seorang senior mengungkap jangan malu cium teman sendiri, karena cium pacar saja tidak malu (detiknews.com, 23/09/2025).
Tidak Mendidik
Alih-alih memberikan pengalaman positif yang membangun, praktik semacam ini justru mencederai dunia pendidikan tinggi. Tindakan ini jelas menyimpang, yang dipikirkan secara logika sederhana saja tidaklah pantas. PKKMB seharusnya menjadi ruang pembelajaran, pengenalan akademik, dan pengalaman bagi mahasiswa baru. Oleh karena itu, praktik cium sesama mahasiswa hanya merendahkan martabat mahasiswa baru dan merusak moralitas generasi.
Fenomena ini bukanlah hal baru. Di banyak kampus, sering terjadi praktik perploncoan dengan kemasan yang berbeda. Berdalih “latihan mental”, turun menurun tradisi senior, atau uji kekompakan dilakukan, meski dinilai di luar batas kewajaran. Alhasil, mempermalukan mahasiswa baru, dan benar-benar tidak mendidik.
Sungguh, praktik semacam ini tidak boleh terus dibiarkan. Sebab, akan tumbuh budaya senioritas yang kerap menjelma dalam bentuk perploncoan. Senior dianggap berhak memberi perintah, sementara junior “dipaksa” menurut perintah tersebut. Nauzubillah.
Demikianlah bila sistem pendidikan dibangun atas paradigma sekuler, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Pendidikan sekadar transfer keilmuan dan pengetahuan, minim pondasi iman, takwa, adab, dan akhlak. Akibatnya, generasi minim tujuan hakiki dalam menuntut ilmu. Oleh karenanya, lahirlah perilaku cacat moral dan adab yang justru mewarisi budaya perploncoan.
Sempat disinggung salah seorang panitia PKKMB, bahwa insiden ini merupakan ide dari alumni dan disebut tanpa melalui pemikiran yang matang. Sebenarnya, dipikir secara logika pendek saja aksi ini tidak mencerminkan akhlak dan moralitas yang baik. Sungguh, tidak menunjukkan kualitas seorang akademisi yang diharapkan.
Perbaikan Sistem
Dalam menanggapi permasalahan ini, Unsri membekukan Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian (Himateta) selama setahun. Hanya saja, pembekuan ini harus pula disertai dengan sanksi tegas agar perilaku serupa tidak terulang. Lebih baik lagi jika melakukan evaluasi sistem pendidikan, untuk membentuk karakteristik terbaik bagi generasi.
Syariat Islam menawarkan paradigma yang berbeda. Dalam Islam, agama tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan. Pendidikan di dalam Islam dimaknai sebagai pembentukan karakter mulia, yakni memiliki pola pikir dan pola sikap islami. Role model dalam pembentuk karakter mulia ini adalah Rasulullah saw. sesuai firman Allah Swt.
“Sungguh pada diri Rasulullah saw. itu terdapat suri teladan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 21).
Strategi pendidikannya adalah menjadikan akidah Islam sebagai pondasi awal pendidikan. Alhasil, akan terwujud generasi berkepribadian Islam yang segala tindak-tanduk perbuatannya sejalan dengan perintah Allah Swt. semata. Sementara itu, Islam juga memberikan mekanisme penguasaan ilmu-ilmu kehidupan seperti teknologi, sains, dan lain-lain.
Dukungan negara pada proses pendidikan Islam amat dibutuhkan. Negara juga perlu memberikan sanksi tegas bagi para pelaku kemaksiatan. Termasuk kasus perploncoan ini, senior yang melalukan kezaliman kepada junior wajib bertaubat, dan meminta maaf kepada juniornya. Jika ada unsur pelecehan atau kemaksiatan besar, tentu sanksi akan diberikan oleh negara dengan lebih berat lagi.
Dengan mekanisme ini, akan terlahir visi hidup islami. Utamanya PKKMB akan menjadi momentum memperkenalkan visi pendidikan sesuai tuntunan syariat. Senior akan membantu junior dengan kasih sayang, bukan mempermalukan. Pola pendidikan terbaik akan terwujud tatkala Islam dimaknai bukan sekadar agama, melainkan sebuah sistem kehidupan.













